Sabtu, 23 Maret 2013
Rabu, 20 Maret 2013
tingkah laku terpuji dan tercela
Tingkah Laku Terpuji dan
Tercela
Makalah ini
diajukan pada tanggal 13 Maret 2013 dalam rangka
memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Hadis I dan pembelajarannya yang dibina oleh Drs. Maslani, M.Ag. dan Wahyu Hidayat, M.Ag di jurusan Pendidikan Agama Islam semester dua fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung
Disusun oleh:
Ahmad Zaenudin (1122020174)
Agus Suryana (1122020167)
Agus Wahyu Fauzi (1122020168)
Dewi Hartika (1122020196)
BANDUNG
2013 M/1434 H
KATA PENGANTAR
بِسْمِ١للهِ١لرّحْمنِ١لرَّحِيْمِ
Alhamdulillah,
segala puji hanya bagi Allah SWT Tuhan semesta alam beserta isinya yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta izin sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Hadis
1 dan Pembelajarannya yang dibina oleh Drs.
Maslani, M.Ag. dan Wahyu Hidayat, M.Ag.
Tidak
lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan Makalah ini. Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan yang
berlipat ganda. Aamiiin. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi para
pembaca. Kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun guna
menjadi bahan perbaikan di masa yang akan datang.
Bandung,
13 Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR
ISI ................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................
1.1.
Latar Belakang Masalah.....................................................................
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................
BAB
II PEMBAHASAN..............................................................................
2.1.
Pengertian Sikap Terpuji dan Tercela.................................................
2.1.1.
Pengertian Sikap Terpuji........................................................
2.1.2.
Pengertian Sikap Tercela........................................................
2.2.
Contoh-contoh Sikap Terpuji dan Tercela..........................................
2.3.
Pentingnya Kejujuran dalam Kepribadian Seorang Muslim...............
2.4.
Larangan Berburuk Sangka................................................................
2.5.
Bentuk-bentuk Prilaku Terpuji Pada Seorang Remaja.......................
BAB
III PENUTUP......................................................................................
3.1.
Simpulan.............................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang benar. Agama yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW untuk meluruskan aqidah dan akhlak umat manusia. Islam mengajarkan kita bagaimana berprilaku
terpuji, baik dalam hidup bermasyarakat maupun dalam bernegara seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW
adalah suri tauladan yang baik yang patut dicontoh dan diikuti oleh umatnya.
Seperti yang kita ketahui Rasulullah SAW memiliki sifat-sifat terpuji yaitu:
siddiq (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan) dan Fatonah (cerdas).
Namun pada kenyataannya di zaman sekarang ini banyak
sekali kita melihat orang yang beragama islam tetapi prilakunya tidak
mencerminkan seorang muslim. Contohnya melakukan tindakan korupsi, kebiasaan
mencontek yang dilakukan pelajar pada saat ujian, berprasangka buruk terhadap
orang lain. Perbuatan-perbuatan tersebut termasuk kedalam perbuatan tercela
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah para remaja, karena remaja-remaja pada saat ini cenderung terpengaruh oleh buduya-budaya luar. Contonya:
dalam berpakaian, tingkah laku, khususnya bagi remaja putri banyak sekali kita melihat
diluar sana remaja-remaja putri yang tidak menutup auratnya dalam berpakaian,
seperti tidak menggunakan jilbab pada saat keluar rumah, menggunakan pakaian
yang serba ketat, memakai rok mini, sehingga bisa menimbulkan fitnah. Kemudian
dari segi pergaulan, remaja saat ini banyak sekali kita melihat pergaulannya
yang tidak mencerminkan akhlak terpuji, seperti: mengkonsumsi narkoba,
melakukan sex bebas, tauran dan lain sebagainya. Padahal mereka beragama islam
tetapi prilakunya tidak mencerminkan sebagai seorang muslim.
Itulah yang menjadi pokok permasalahan saat ini
bagaimana caranya genesasi-generasi penerus bangsa ini bersikap dan berprilaku
akhlakul karimah yang dicintohkan oleh Rasulullah SAW. Karena dengan akhlak yang terpuji manusia
akan mendapatkan derajat yang tinggi, baik dimata Allah SWT ataupun dengan
sesama manusia. Begitu juga sebaliknya, dengan berakhlak tercela manusia akan
hina derajatnya disisi Allah SWT dan dihadapan manusia.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang apa
saja yang termasuk kedalam sikap-sikap terpuji dan tercela, dan bagaimana sikap
seorang muslim dalam hidup bermasyarakat yang sesuai dangan ajaran islam yang ada pada hadis
Rasulullah SAW. Maka dari itu, di dalam makalah ini penulis akan merumuskan masalahnya
sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan sikap terpuji dan tercela?
2.
Apa saja contoh dari sikap terpuji dan tercela itu?
3.
Mengapa pentingnya kejujuran dalam kepribadian seorang muslim?
4.
Mengapa berburuk sangka harus dijauhi dalam
kehidupan bermasyarakat?
5.
Bagaimana bentuk dan prilaku akhlak terpuji seorang
remaja muslim?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Sikap Terpuji dan
Tercela
1.
Pengertian Sikap Terpuji
Akhlak terpuji ialah sikap atau perilaku baik dari
segi ucapan ataupun perbuatan yang sesuai dangan tuntunan ajaran islam dan norma-norma
aturan yang berlaku.[1] Akhlak
terpuji adalah akhlak yang baik, diwujudkan dalam bentuk sikap, ucapan dan
perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran islam. Akhlak terpuji yang ditujukan
kepada Allah SWT berupa ibadah, dan kepada Rasulullah SAW dengan mengikuti ajaran-ajarannya, serta
kepada sesama manusia dengan selalu bersikap baik kepada sesama.[2] Akhlak
terpuji adalah akhlak yang meningkatkan derajat seseorang di sisi Allah SWT dan
juga dalam pandangan manusia.[3]
Memiliki akhlak yang baik atau akhlak mulia bagi setiap manusia adalah suatu
hal yang sangat penting. Karena dimanapun kita berada, apapun pekerjaan kita,
akan disenangi oleh siapa pun. Artinya, akhlak menentukan baik buruknya
seseorang di hadapan sesama, karena Rasulullah SAW pun
diutus kedunia ini untuk menyemprnakan akhlak manusia.
Dari
pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa yang dimaksud dengan akhlak terpuji
adalah sikap atau perbuatan seorang muslim baik dari segi ucapannya ataupun
perbuatannya yang tidak melanggar dari apa yang telah dicontohkan Rasulullah
SAW dan ajaran-ajaran islam.
2.
Pengertian Sikap Tercela
Sikap tercela atau Akhlaqul Madzmumah dapat juga
disebut dangan istilah akhlaqus sayyi’ah, artinya sikap dan prilaku yang
dilarang oleh allah SWT atau tidak sesuai dangan syari’at yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW. Untuk itu sikap dan prilaku semacam ini harus di tinggalkan
oleh siapa pun yang ingin menjadi umat Nabi Muhammad SAW.[4] Prilaku
tercela adalah suatu perbuatan yang hukumnya haram bagi yang melakukan
perbuatan itu (perbuatan tercela) karena dapat merusak hubunganya dengan
Rabbinya maupun sesama manusia.[5] Perbuatan semacam ini, seharunya kita selaku
ummat Nabi Muhammad SAW tidak melakukanya karena prilaku ini tidak pernah dicontohkan
oleh beliau sebagai tauladan dalam hidup kita.
Jadi, yang dimaksud dangan prilaku
tercela itu adalah sikap dan perbuatan seorang muslim yang tidak sesuai dengan
norma-norma dalam ajaran islam, baik dari segi ucapan atau perbuatannya. Sehingga tidak mencerminkan pribadi seorang muslim yang berakhlakul
karimah.
2.2.Contoh-Contoh Sikap Terpuji dan Tercela
Ada beberapa contoh sikap terpuji yang harus
dimiliki dan diamalkan oleh setiap orang terutama bagi seorang muslim, diantaranya:
- Amanah (dapat dipercaya)
Amanah merupakan salah satu sifat terpuji yang di
miliki oleh Rasulullah SAW yang harus di contoh oleh kita selaku
umatnya. Sifat dapat dipercaya artinya menyampaikan amanat kepada orang yang
berhak menerimanya tanpa di lebih-lebihkan atau di kurangi.
- Shidiq (benar)
Shidiq juga merupakan salah satu sifat terpuji yang
dimiliki Rasulullah SAW. Dalam kehidupan sehari-hari shidiq dapat diartikan
jujur. Seorang muslim harus bersikap jujur dalam setiap ucapan atau perbuatan,
karena kejujuran merupakan salah satu kunci dari kesuksesan.
- Adil
Adil adalah memberikan setiap hak kepada pemiliknya
tanpa pilih kasih atau membeda-bedakan.[6] Sebagai muslim yang bijak, apabila ia
mempunyai posisi sebagai pemimpin, maka hendaklah ia bersikap adil dan harus
berupaya sekuat tenaga untuk selalu menegakkan keadilan. Seperti contohnya
khalifah Umar bin Khattab yang begitu adil dan bijaksana dalam menegakkan hukum
syari’at Islam, beliau tidak pernah memandang sebelah mata ataupun diskriminasi
terhadap rakyatnya.
- Memaafkan
Kita sebagai seorang muslim harus menyadari bahwa
siapa pun sebagai manusia pasti mengalami kesalahan dan kekhilafan. Untuk itu, dalam
menjalani kehidupan sehari-hari hendaknya kita selalu memiliki jiwa yang lapang
dan berhati besar sehingga mudah memaafkan kesalahan-kesalahan yang diperbuat
oleh orang lain.[7]
- Tolong-Menolong
Tiada ada manusia yang dapat hidup berdiri sendiri,
tanpa memerlukan bantuan orang lain walaupun setinggi apapun jabatan yang
dimilikinya dan sekaya apapun harta yang dimilikinya. Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti membutuhkan
pertolongan orang lain. Oleh karena itu islam sangat menganjurkan kepada umatnya
agar saling tolong-menolong dengan sesama, baik berupa materi, tenaga atau
pikiran.
- Kerja Keras
Di dunia ini tidak ada kesuksesan tanpa adanya
usaha, tidak ada yang bersifat bim salabim, hanya dengan membalikan
telapak tangan, melaikan semuanya harus melalui proses sebab akibat dan itu
merupakan sunnatullah. Kesuksesan dapat diraih dengan cara berusaha dan
bekerja keras. Karna sesungguhnya Allah menyukai hambanya yang mau
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan segala amal kebaikan. Pada hakikatnya
tidak ada perubahan tanpa pergerakan atau usaha yang ia lakukan, karena Allah
SWT tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga ia merubahnya sendiri.
- Islakh
Yang dimaksud islakh disini adalah usaha mendamaikan
antara dua orang atau lebih yang bertengkar atau bermusuhan, atau mendamaikan
dari hal-hal yang dapat menimbulkan peperangan dan permusuhan. Islam diturunkan oleh Allah sebagai rahmat
(kedamaian) bagi seluruh alam. Untuk itu siapa pun insan yang mengaku sebagai
muslim harus selalu berusaha memancarkan rahmat, yang di antaranya dapat berupa
mendamaikan seorang manusia yang sedang bertikai atau bermusuhan. karena dengan
perdamaian itu akan lahir kesadaran. Dengan kesadaran ia akan mengakui segala kekhilafan
dan kealpaan.[8]
- Silaturrahim
Istilah silaturrahim tersusun dari kata sillah (menyambung)
dan rahimi (tali persaudaraan). Adapun maksudnya adalah usaha untuk
menyambung, mengikat, dan menjalin kasih sayang atau tali persaudaraan antara
sesama manusia, terutama dangan sanak keluarga (kerabat). Manusia pertama di
alam semeata ini adalah Nabi Adam As dan Siti Hawa. Untuk itu semua manusia di
muka bumi ini pada hakekatnya adalah saudara. Maka dari itu kita sebagai umat
islam, marilah kita jalin silaturrahim agar terciptanya tali persaudaraan antar
sesama muslim.[9]
Di dalam kehidupan ini banyak sekali kita
menjumpai perilaku tercela yang dapat merusak akhlak dan kepribadian diri
seseorang dan juga merugikan orang lain, diantaranya:
- Ghibah
Ghibah menurut
bahasa artinya umpat atau pergunjingan. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud
dengan ghibah adalah menyebut atau memperkatakan perihal seseorang ketika
seseorang itu tidak hadir dan ia tidak menyukai atau membencinya, seandainya
perkataan tersebut sampai kepadanya.[10]
- Riya
Riya
secara bahasa artinya menampakan atau memperlihatkan. Sedangkan menurut istilah
yang dimaksud dengan riya adalah menampakan atau memperlihatkan amal perbuatan
supaya mendapatkan pujian dari orang lain. Riya ini dapat disebut syirik
ashghar (syirik kecil), karena menunjukkan atau mencari sesuatu bukan
kepada Allah SWT.[11]
- Ujub
Yang
dimaksud dengan ujub adalah perasan bangga yang berlebih-lebihan atas segala
kemampuan dan kekayaan yang dimilikinya serta merasa bahwa semua itu semata-mata
prestasi dari hasil kerja keras yang telah dilakukannya.[12]
- Takabur
Takabur
secara bahasa artinya membesarkan diri atau menganggap dirinya lebih
dibandingkan dengan orang lain. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan
takabur adalah suatu sikap mental yang menganggap rendah orang lain sementara ia menganggap
tinggi dan mulia terhadap dirinya sendiri.[13]
- Namimah
Menurut
bahasa namimah artinya adu domba. Sedangkan menurut istilah yang
dimaksud dengan namimah adalah memindahkan perkataan seseorang kepada orang
lain dengan tujuan merusak hubungan. Namimah dilarang karena akan merusak
hubungan persaudaraan. Kalau terjadi putusnya hubungan persaudaraan, maka akan
menimbulkan hal-hal yang bersifat negatif, baik yang langsung maupun tidak
langsung terhadap sesama manusia lainnya.[14]
- Thama’
Thama’
menurut bahasa artinya berlebih-lebihan. Sedangkan menurut istilah yang
dimaksud dengan thama’ adalah suatu sikap untuk memiliki hal-hal yang bersifat
duniawi secara berlebih-lebihan.[15] Hidup di dunia ini hanya
sementera, tidak ada yang abadi, artinya semua yang ada di dunia ini pasti akan
musnah, termasuk harta yang kita miliki. Akhirat adalah tempat kehidupan yang
abadi, artinya tidak ada lagi kehidupan setelah akhirat. Maka dari itu janganlah
kita terlalu berlebih-lebihan dalam mencari harta atau terlalu mementingkan
kehidupan duniawi, tetapi kita harus memperbanyak bekal untuk menuju kehidupan
di akhirat dengan cera beribadah dan beramal shaleh. Untuk itu setiap manusia
harus mampu bersikap sederhana dalam hal-hal yang bersifat duniawi agar tidak
terjebak kedalam kebinasaan dan kerugian di akhirat kelak.
- Mubadzir
Yang
dimaksud mubadzir disini adalah sikap mempergunakan sesuatu secara
berlebih-lebihan dengan tidak mempertimbangkan kadar kecukupan sehingga
menimbulkan kesia-siaan.[16] Di dalam islam sikap mubadzir
dilarang karena mengandung unsur sia-sia terhadap suatu nikmat yang diberikan
Allah SWT. Semua nikmat yang telah diberikan Allah SWT kelak akan dimintai
pertanggung jawabannya. Maka untuk itu segala kenikmatan yang diberikan Allah
SWT kepada kita, harus di syukuri dan dipergunakan secara efektif dan efisien.
- Su’udzan
Su’udzan artinya berburuk sangka.
Sikap buruk sangka ini sangat di larang dalam islam dan harus di jauhi, karna
akan merusak hati dan kepribadian seorang muslim dalam kehidupan
bermasyarakat.
- Bakhil
Secara
bahasa bakhil diartikan kikir. Sedangkan menurut istilah bakhil adalah suatu
sikap mental yang enggan mengeluarkan harta atau lainnya kepada orang silain yang membutuhkannya, sementara dirinya
berkecukupan atau berlebihan. Orang yang bersikap bakhil berarti ia egois,
hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak memiliki kepedulian dan rasa kasih
sayang terhadap orang lain.[17]
2.3.Pentingnya Kejujuran dalam Kepribadian Seorang Muslim
Dari contoh-contoh akhlak terpuji yang
disebutkan di atas. Penulis akan
membahas lebih jauh lagi dari salah satu diantaranya yaitu mengenai pentingnya
kejujuran dalam kepribadian seorang muslim.
Jujur merupakan salah satu sikap yang dimiliki oleh
Rasulullah SAW yang disebut dengan Shiddiq (benar). Dalam prilaku kehidupan sehari-hari shiddiq dapat diartikan
jujur. Jujur yang dimaksud disini adalah jujur dalam arti menyeluruh, maksudnya
bukan hanya dalam ucapan tetapi juga meliputi jujur dalam setiap tindakan.[18] Jujur
didefinisikan sederhananya adalah murni, apa adanya. Bersikap apa adanya
artinya tidak dibuat-buat. Berkata jujur artinya mengatakan sesuatu tidak
dilebih-lebihkan juga tidak dikurangi.[19] Mengenai pentingnya
kejujuran dalam kepribadian seorang muslim, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ
الصِّدْقَ بِرٌّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَحَرَّى
الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ فُجُورٌ
وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَحَرَّى
الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا (متفق عليه)
Artinya: “Dari Ibnu
Mas’ud ra. Berkata, Rasulullah saw. Bersabda: “sesungguhnya shidiq (kejujuran)
itu membawa kepada kebaikan, Dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan
selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah swt sebagai
orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan, dan
kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia
ditulis di sisi Allah swt sebagai pendusta”. (Muttafaqun ‘Alaih).
Asbabul Wurud hadis
diatas ialah As Aswad
ibnu Ashram menceritakan : “Aku membawa unta yang gemuk badannya ke Madinah pada saat musim kurang subur dan keadaan
tanah panas kering. Maka aku akan sebutkan mengenai unta itu kepada Rasulullah
SAW dan kemudian beliau menyuruh seseorang melihatnya. Maka unta itu dibawa
kepada beliau. Beliau keluar rumah untuk melihatnya. Beliau bersabda : “
mengapa engkau giring untamu ini kesini ?”. Aku menjawab : “ Aku ingin
unta ini sebagai pelayan keperluanku”. Beliau bertanya lagi : “ untuk melayani
siapa unta tersebut ?”. Usman ibnu Affan menjawab : “Untuk melayani
keperluan saya wahai Rasulullah” . Beliau bersabda : “Bawalah kesini”. Maka
unta itu dibawa dan aku mengikutinya, sedangkan Rasulullah SAW menambatkan pula
untanya. Maka aku berkata: “wahai Rasulullah SAW menambatkan pula untanya. Maka
aku berkata : “Wahai rasulullah aku wasiat (pesan keagamaan – pent).
Beliau bersabda: “apakah engkau dapat menguasai lidahmu ?” . Aku menjawab
: “Bagaimana aku memiliki jika aku tidak menguasai lidahku ?”. Beliau bertanya
: “ Apakah engkau menguasai tanganmu ?”. aku Menjawab : Bagaimana
aku memiliki jika aku tidak menguasai tanganku?”. Beliau bersabda : “janganlah
lidahmu mengucapkan sesuatu melainkan kebaikan, dan janganlah engkau bentangkan
tanganmu melainkan untuk kebaikan.”(HR. Bukhari).
Biografi Perawi: Abdullah Ibn
Mas’ud Ibn Habib Al-Hadly, nama kunyahnya adalah Abu Abdurrahman. Ia masuk Islam di Mekah, pernah hijrah ke Habsyi kemudian hijrah ke
Madinah, dan menyaksikan Perang Badar, Bay’ah Ar-Ridlwan, serta
pernahsalat menghadap dua kiblat. Rasulullah SAW, menghormatinya dan memberikan
kabar gembira dengan sabdanya bahwa beliau SAW, rida terhadap apa-apa yang
diridai Ibnu Ummu Abd (Abdullah Ibn Mas’ud) dan membenci apa-apa yang
dibencinya.
Pada masa
Khalifah Umar Ibn Khatab dan Utsman, ia menjadi qadhi di Kuffah dan
penanggiung jawab bait al-mal, kemudian kembali ke Madinah dan meninggal
di kota tersebut. Akan tetapi, menurut sebagian riwayat, ia meninggal di Kuffah
pada Tahun 32 H, dalam usia lebih dari 60 Tahun. Ia telah meriwayatkan 848
hadis. Sebanyak 40 hadis disepakati oleh Bukhari dan Muslim, Imam Bukhari
sendiri dalam 21 hadis, dan Muslim sendiri dalam 35 hadis.
Hadis di atas
menunjukkan agungnya perkara kejujuran yang pada
akhirnya akan membawanya kedalam surga dan
mendapat gelar yang sangat terhormat, yaitu siddiq, artinya orang yang
sangat jujur dan benar. Sehingga dalam Al-Quran disebutkan bahwa orang yang
selalu jujur dan selalu menyampaikan kebenaran dinyatakan sebagai orang yang bertakwa:
والذي جاء
باالصدق وصدق به اولئك هم المتقونز ( الزمر : 33 )
Artinya: “Orang-orang
yang datang menyampaikan kebenaran dan melakukannya (kebenaran itu), mereka
inilah orang-orang yang taqwa” (Q.S. Az-Zumar: 33). Begitu juga sebaliknya kedustaan akan
menunjukkan pada keburukan yang membawanya kedalam neraka. Karena ketika seseorang itu sudah berani berdusta, maka ia akan
terus-menerus berdusta. Oleh karena itu penting adanya kejujuran yang akan
membawanya pada kebaikan. Seorang muslim dianjurkan untuk selalu jujur dalam
segala hal atau sepahit apapu perkara tersebut. Sehingga kejujuran itu akan
menimbulkan kebenaran yang berbuah kemanisan. Sebagaimana Rasulullah SAW
bersabda:
قل الحق ولوكان مرا
Artinya: “Katakanlah
kebenaran, walaupun (kebenaran) itu pahit”.
Jujur
termasuk akhlak utama yang terbagi menjadi beberapa bagian. Kejujuran, dalam
hal ini meliputi enam hal. Pertama, kejujuran lisan, lawan dari kebohongan;
kedua, kejujuran niat, yakni ikhlas dalam berbuat; ketiga, kejujuran dalam
bertekad, yakni apapun yang dapat menguatkan tekadnya; keempat, kejujuran dalam
merealisasikan tekad yang bulat; kelima, kejujuran dalam berbuat, minimal ada
kesamaan antara apa yang diucapkan dengan yang diperbuat; keenam, kejujuran
spiritual, seperti jujur dalam mengaplikasikan konsep khawf (rasa takut) dan
raja’ (rasa harap).[20]
Yang
dimaksud jujur adalah kebenaran, yaitu sesuainya antara perkataan dan kenyataan
atau I’tiqad yang ada di dalam hati. Perilaku jujur tidak hanya
diwujudkan dalam ucapan tapi juga dalam hatinya dan juga dalam setiap tingkah
laku dan perbuatan kita. Bahkan untuk hal yang sekecil apapun dari setiap aspek
kehidupan, kita diminta untuk berlaku jujur. Kebenaran perkataan akan membawa
dampak kebenaran perbuatan dan kebaikan dalam seluruh tindakan. Jadi sudah jelas hadis diatas bahwasanya sepahit
apapun kebenaran itu, kita harus mengungkapkannya, karena ia akan berbuah
kemanisan. Tentunya tidak ada lagi alasan bagi seseorang
untuk berbohong demi kebaikan. Karena bohong tetap dikatakan bohong, begiru
juga kejujuran.
Jika
seseorang selalu berkata dan berbuat yang benar, maka cahaya kebenaran itu akan
memancarkan kedalam lubuk hati dan pikirannya. Kejujuran ialah ketenangan hati,
artinya orang yang berkata jujur dalam hidupnya akan selalu merasa tenang,
karena ia sudah menyampaikan apa yang sesuai dengan realita dan ia tidak akan
merasa ragu, karena ia yakin bahwa semua apa yang dilakukannya benar. Kejujuran
merupakan suatu pondasi yang mendasari iman seseorang, karena sesungguhnya iman
itu adalah membenarkan dalam hati akan adanya Allah. Jika dari hal yang kecil
saja ia sudah terlatih untuk jujur maka untuk urusan yang lebih besar ia pun
terbiasa untuk jujur.
Lawan dari kata jujur adalah bohong atau dusta. Tidak sedikit orang yang menganggap sepele
akan bahayanya dusta. Banyak orang yang melakukan dusta dan berpura-pura
sewaktu mereka bergurau dan berkelakar, padahal dengan kebiasaan itu
lama-kelamaan akan menjadi terbiasa hingga akan membudaya. Oleh karena itu
sebaiknya kita usahakan untuk menghindarkan dan menjauhi sikap berdusta, sebab
hal itu merupakan penyakit yang sangat membahayakan pribadi kita dan orang lain
akan menilai kita sebagai orang yang tidak jujur. Padahal untuk menjadi orang
jujur itu sendiri amatlah berat kalau tidak dilatih secara tekun. Hingga bung
Hatta pernah berkata ”Kurang cerdas dapat di perbaiki dengan belajar, kurang
cakap bisa dihilangkan dengan pengalaman. Tetapi kurang jujur payah untuk
memperbaikinya.” Sekali engkau berdusta dan diketahui orang lain,” kata Aristoteles, “maka orang tidak akan
percaya lagi kepadamu di waktu engkau berkata benar.”[21] Akan
tetapi dalam kenyatanyaan banyak orang yang tidak bisa berbuat jujur, baik dari
segi ucapan ataupun perbuatannya. Diantara contohnya
yaitu perbuatan pejabat yang korupsi (koruptor) dan kebiasaan pelajar mencontek dikelas. Sehingga sama sekali tidak mencerminkan pribadi seorang muslim.
Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatannya guna meraih keuntungan pribadi dan merugikan
kepentingan umum.[22] Di Indonesia
korupsi merupakan permasalahan besar yang sampai saat ini belum bisa dituntaskan,
karena sudah membudaya dan mendarah daging. Korupsi itu merupakan perbutan
tidak jujur karna didalamnya banyak terdapat kebohongan-kebohongan publik yang
merugikan berbagai pihak.
Begitu juga dengan kebisaan
mencontek yang dilakukan seorang pelajar pada saat ujian. Mencontek merupakan
perbuatan tidak jujur dan tidak percaya diri terhadap kemampuan dirinya.
Perbuatan mencontek akan berdampak pada buruk pada generasi bangsa ini karna
hanya mengandalkan kemampuan orang lain, sementara dirinya tidak mau berusaha
untuk meningkatkan kemampuannya sendiri. Apabila kebiasa mencontek ini tidak
diatasi dari sekarang, maka kedepannya generasi bangsa ini akan bodoh dan
terbelakang. Itulah pentingnya berprilaku jujur dalam kehidupan bermasyarakat
dan negara, karena maju dan mundurnya suatu negara tergantung pada
generasi-generasi penerusnya. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus
bangsa marilah kita biasakan berprilaku jujur baik dalam ucapan ataupun
perbuatan kita, karena kejujuran akan membawa kita kepada kebaikan dunia dan
akhirat.
2.4.Larangan Berburuk Sangka
حَدِيْثُ
أَبِي هُرَيْرَةَ ر.ض : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَالَ: إِيَّاكُمْ وَالظَّنِّ،
فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ. وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَجَسَّسُوْا،
وَلاَ تَنَاجَشُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا،
وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا.
أ)خرجه البخارى في: 78. كتاب الأدب(
Artinya: “Abu
Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW, bersabda, ”Berhati-hatilah kalian dari
buruk sangka sebab buruk sangka itu sedusta-dusta cerita (Berita), jangan
menyelidiki, jangan memata-matai (mengamati) kesalahan orang lain, jangan
tawar-menawar untuk menjerumuskan orang lain, jangan hasut-menghasut jangan
benci-membenci, jangan
belakang-membelakangi dan jadilah kalian sebagai hamba Allah itu saudara.” (Dikeluarkan
oleh Bukhari dalam (78) kitab “Al-Adab “ (62) bab ;”Hijrah dan sabda Rasulullah
SAW. ‘Tidak dihalalkan bagi seorang
laki-laki (seseorang) menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari’).[23]
Dalam riwayat yang lain;
“Janganlah saling memutuskan hubungan, janganlah saling memusuhi, janganlah
saling membenci dan mendengki, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling
bersaudara.” Dalam suatu riwayat lainnya,”Janganlah saling menjauhi dan
janganlah sebagian kalian menjual atas penjualan saudaranya.” Semua riwayat di
atas diriwayatkan oleh muslim dan sebagian besarnya juga diriwayatkan oleh
al-Bukhairi. Pengesahan hadis; diriwayatkan oleh Al-Bukhairi (VIII/198-199-Fath)
dan Muslim (2563, 2564).
Asbabul
wurud hadis ini ialah pada suatu ketika, seorang pemuda
yang bernama Yahya Ibnu Bukair menceritakan dari sahabat Laits dari Ja’far Ibnu
Rabi’ah dari A’raj bahwa Abu Hurairah suatu saat bersama Rasulullah SAW dan
berliau berkata kepadanya dan kepada para sahabat lainnya. Yaitu, mengenai
larangan berprasangka buruk. “Jauhilah olehmu prasangka karena sesungguhnya itu
adalah perkataan yang paling dusta. Janganlah suka mendengarkan permbicaraan
(orang yang tidak suka didengarkan), janganlah suka mencari-cari aib orang
lain, dan janganlah saling bersaing (dalam masalah dunia). Janganlah pula
saling mendengki, dan janganlah saling membenci, janganlah saling memusuhi, namun jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang saling bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan
kepada kalian. Muslim yang satu adalah saudara bagi muslim yang lainnya, tidak
boleh menzhaliminya, tidak boleh mengecewakannya, dan tidak boleh menghinanya.
Takwa itu di sini, takwa itu di sini, “Beliau menunjuk ke dadanya.” Cukuplah
seseorang dikatakan jahat apabila ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap
muslim terhadap muslim lainnya adalah haram darahnya, kehormatannya, dan
hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk tubuh kalian, dan tidak pula
rupa kalian. Akan tetapi, Dia memandang hati dan amal kalian.”
Biografi
perawi hadis ini ialah Abu Hurairah, yaitu sahabat yang paling banyak
meriwayatkan hadist Nabi Shallallahu alaihi wassalam , ia meriwayatkan hadist
sebanyak 5.374 hadis. Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun
terjadinya perang Khibar, Rasulullah sendirilah yang memberi julukan “Abu
Hurairah”, ketika beliau sedang melihatnya membawa seekor kucing kecil. Julukan
dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam itu semata karena kecintaan beliau
kepadanya. Allah SWT mengabulkan do’a Rasulullah SAW agar Abu Hurairah
dianugrahi hapalan yang kuat. Ia memang paling banyak hapalannya diantara para
sahabat lainnya.
Pada masa
Umar bin Khaththab menjadi Khalifah, Abu Hurairah menjadi pegawai di Bahrain,
karena banyak meriwayatkan hadist Umar bin Khaththab pernah menetangnya dan
ketika Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam
:” Barangsiapa berdusta mengatasnamakanku dengan sengaja, hendaklah ia
menyediakan pantatnya untuk dijilat api neraka”. Kalau begitu kata Umar,
engkau boleh pergi dan menceritakan hadis. Syu’bah bin al-Hajjaj memperhatikan
bahwa Abu Hurairah meriwayatkan dari Ka’ab al-Akhbar dan meriwayatkan pula dari
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, tetapi ia tidak membedakan antara dua
riwayatnya tersebut. Syu’bah pun menuduhnya melakukan tadlis, tetapi Bisyr bin
Sa’id menolak ucapan Syu’bah tentang Abu Hurairah. Dan dengan tegas berkata:
Bertakwalah kepada allah dan berhati hati terhadap hadist. Demi Allah, aku
telah melihat kita sering duduk di majelis Abu Hurairah. Ia menceritakan hadist
Rasulullah dan menceritakan pula kepada kita riwayat dari Ka’ab al-Akhbar.
Kemudian dia berdiri, lalu aku mendengan dari sebagian orang yang ada bersama
kita mempertukarkan hadist Rasulullah dengan riwayat dari Ka’ab. Dan yang dari
Ka’ab menjadi dari Rasulullah.”. Jadi tadlis itu tidak bersumber dari Abu
Hurairah sendiri, melainkan dari orang yang meriwayatkan darinya.
Cukupkanlah
kiranya kita mendengar kan dari Imam Syafi’I :” Abu Hurairah adalah orang yang
paling hapal diantara periwayat hadist dimasanya”. Marwan bin al-Hakam pernah
mengundang Abu Hurairah untuk menulis riwayat darinya, lalu ia bertanya tentang
apa yang ditulisnya, lalu Abu Hurairah menjawab :” Tidak lebih dan tidak
kurang dan susunannya urut”. Abu Hurairah meriwayatkan hadist dari /abu
Bakar, Umar, Utsman, Ubai bin Ka’ab, Utsman bin Za’id, Aisyah dan sahabat
lainnya. Sedangkan jumlah orang yang meriwayatkan darinya melebihi 800 orang,
terdiri dari para sahabat dan tabi’in. diantara lain dari sahabat yang
diriwayatkan adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah,
dan Anas bin Malik, sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain Sa’id bin
al-Musayyab, Ibnu Sirin, Ikrimah, Atha’, Mujahid dan Asy-Sya’bi. Sanad paling
shahih yang berpangkal daripadanya adalah Ibnu Shihab az-Zuhr, dari Sa’id bin
al-Musayyab, darinya (Abu Hurairah). Adapun yang paling Dlaif adalah as-Sari
bin Sulaiman, dari Dawud bin Yazid al-Audi dari bapaknya (Yazid al-Audi) dari
Abu Hurairah. Ia wafat pada tahun 57 H di Aqiq.[24]
Dari hadis
di atas dapat dipahami bahwa, buruk sangka adalah menyangka seseorang berbuat
kejelekan atau menganggap jelek tanpa adanya sebab-sebab yang jelas yang
memperkuat sangkanya. Dan perbuatan itu dapat membuat pelakunya mendapat dosa
dari Allah SWT. Dan dapat membuat hati seseorang kotor dan itu sangat di
sayangkan karna pusat kegiatan seorang ada di hati, jika hati seseorang bersih
dari noda dan dosa maka seluruh anggota tubuhnya akan bersih pula namun jika
hatinya kotor maka tubuhnya akan ikut ter kotori karna hati itu yang
menyebarkan darah yang mengalir dari jantung ke setiap sendi-sendi dalam tubuh
manusia, dan bayangkan jika darah itu telah terkotori dengan dosa dan noda.
Akankah tubuh itu akan bersih dan sehat? Tentusaja tidak, karna kalau hati kita
sudah terkotori oleh sifat buruk sangka maka kita tidak akan mendapatkan
ketenangan hati dan jiwa.
Dalam
hadis kudsi bahwasanya dari Abu Dzar Al-Ghifari ra.Rasulullah bersabda tentang
apa yang beliau riwayatkan dari rabb-nya
‘Azza wa Jalla, sesungguhnya Dia
berfirman: “Wahai hamba-ku, sesungguhnya aku telah mengharamkan kezaliman
itu haram di antara kamu. Oleh karna itu, janganlah kamu saling menzalimi.”(H.R
Muslim).
Buruk
sangka itu termasuk perbuatan zalim, karna kita telah memberikan perasangka
tidak baik pada sesuatu padahal sesuatu atau seseorang itu belum tentu buruk.
Karna yang pantas mengadili sesuatu baik atau buruknya hanya-lah Allah semata,
kita manusia sangat banyak kekurangan dalam segala hal dan bagaimana kita
mengatakan sesuatu itu buruk sedangkan kita sendiri tidak tau akan kebenarannya.
Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari perasangka,
sesungguhnya sebagian perasangka itu adalah dosa.”(Q.S Al-Hujurat : 12). Apalagi
kalau kita berperasangka buruk pada masalah-masalah Aqidah yang harus di yakini
apa adanya. Buruk sangka dalam hal ini adalah haram seperti yang telah Allah
gambarkan dalam Al-Qur’an surah Al-hujurat diatas bahwasanya Allah sangat
melarang hal demikian karna dapat menjerumuskan kita pada perbuatan dosa, dan
perbuatan dosa itu akan di mintai pertanggung jawaban di akhirat kelak oleh
Allah SWT. Oleh karena itu jauhilah sifat prasangka buruk agar kita terhindar
dari kedzaliman, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat dzalim.
2.5.Bentuk-bentuk Prilaku Terpuji Pada Seorang Remaja
Masa remaja merupakan masa yang paling menyenangkan dan mengesankan. Masa
remaja terjadi hanya sekali dalam seumur hidup bagi setiap orang. Oleh sebab
itu, masa remaja harus diisi dengan sikap dan prilaku yang terpuji, hal-hal
yang positif, yang mendorong semangat juangnya dalam meraih cita-citanya dan
menegakkan syari’at-syari’at Islam.
Islam mengajarkan kepada umatnya agar dapat menjalani masa remaja dengan
sikap prilaku akhlak yang mulia, sebaliknya henghindari sikap prilaku akhlak
yang sesat (tercela). Dalam ajaran islam, remaja harus mengenali bentuk-bentuk
prilaku akhlak terpuji dan sekaligus mengamalkannya, baik dilingkungan keluarga,
sekolah maupun dikalangan masyaraskat.
Diantara bentuk-bentuk sikap prilaku akhlak terpuji remaja adalah sebagai
berikut:
1.
Menghindari
prilaku maksiat
Remaja boleh bergaul seluas-luasnya dangan siapa pun, baik dengan teman
sejenis maupun dengan lawan jenisnya. Namun pergaulan itu tidak boleh menjurus
atau mendatangkakn perbuatan maksiat yang dilarang oleh Allah SWT, Seperti
melakukan sex bebas, pornografi, pornoaksi, perzinahan, narkoba, dan
sebagainya. Hal tersebut harus dijauhi dari kehidupan seorang muslim, khususnya
seorang remaja. Karena pada masa-masa inilah remaja berkembang pesat atau
berpengaruh dalam menentukan masa depannya, “hari ini adalah gambaran untuk
hari esok”. Karena dalam Hikam pun dijelaskan bahwasanya “pemuda masa
kini adalah pemimpin masa depan”. [25]
2.
Menjaga
nnorma-norma agama dan sosial
Hidup dimuka bum iini tidak terlepas dari norma dan aturan, baik norma
agama maupun sosial kemasyarakatan. Oleh karna itu remaja harus pandai menjaga
pergaulannya, agar tidak terjerumus kedalam jurang kesesatan dengan melanggar
norma agama dan sosial masyarakat, seperti melakukan perbuatan asusila.[26]
3.
Selalu
menjaga aurat dan tidak mengumbar syahwat
Bagi remaja putrti, menutup aurat adalah wajib hukumnya. Aurat adalah
anggota tubuh seorang perempuan, kecualli muka dan telapak tangan. Seluruh
aurat termasuk rambut harus ditutup di hadapan orang bukan muhrim.[27]
4.
Tidak
mengumbar nafsu
Remaja cendrung ingin bebas dalam segala hal, namun sikap prilaku itu
tidak baik. Sebab bebaas tanpa aturan merupakan kerusakan dan kebinasaan.
Remaja harus bisa mengendalikan diri dari godaan dan dorongan hawa nafsu dengan
akal sehat.[28]
5.
Selalu
mendakatkan diri kepada Allah SWT
Remaja harus berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan cara
beribadah, baik yang menjadi kewajiban ataupun yang lainnya separti membaca
Al-qur’an, belajar ilmu agama, dan mengikuti berbagai pengajian. Dengan
mendekatkan diri kepada allah, remaja akan mendapat bimbingan dan tuntunan
dari-Nya, baik dalam sikap prilaku maupun dalam kehidupannya sehari-hari. Itu
lah sikap dan prilalku yang harus di perhatikan dan di amalkan oleh setiap
remaja muslim, agar menjadi remaja yang berakhlak mulia dan di cintai Allah
SWT.[29]
BAB III
PENUTUP
3.1.Simpulan
Ø
Akhlak terpuji ialah sikap atau perilaku baik dari
segi ucapan ataupun perbuatan yang sesuai dangan tuntunan ajaran Islam dan norma-norma aturan yang berlaku.
Ø
Sikap
Tercela atau Akhlaqul Madzmumah (akhlaqus sayyi’ah) ialah sikap dan
prilaku yang dilarang oleh allah SWT atau tidak sesuai dangan syari’at yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW. Amanah (dapat dipercaya)
Ø
Contoh-contoh
akhlak tepuji diantaranya sebagai berikut:
·
Shidiq
(benar)
·
Adil
·
Memaafkan
·
Tolong-Menolong
·
Kerja
Keras
·
Islakh
·
Silaturahim
Ø
Contoh-contoh
akhlak tercela diantaranya sebagai berikut:
·
Ghibah
·
Riya
·
Ujub
·
Takabur
·
Namimah
·
Thama’
·
Mubadzir
·
Su’udzan
·
Bakhil
Ø
Jujur
adalah kebenaran, yaitu sesuainya antara perkataan dan kenyataan atau I’tiqad
yang ada di dalam hati.
Ø
Berburuk
sangka (suudzan) adalah menyangka
seseorang berbuat kejelekan atau menganggap jelek tanpa adanya sebab-sebab yang
jelas yang memperkuat sangkanya. Dan perbuatan itu dapat membuat pelakunya
mendapat dosa dari Allah SWT.
Ø
Bentuk-bentuk Prilaku Terpuji Pada Seorang Remaja
·
Menghindari
prilaku maksiat
·
Menjaga
nnorma-norma agama dan social
·
Selalu
menjaga aurat dan tidak mengumbar syahwat
·
Tidak
mengumbar nafsu
·
Selalu
mendakatkan diri kepada Allah SWT
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Baqi, Muhammad Fu’ad.1993. Al-lu’lu Wal
Marjan. Semarang: Al-Ridha.
Adib,
Ahmad Al Arif. 2009. Akidah Akhlak.
Semarang: CV. Aneka Ilmu.
Asrori,Mizan.
Hadits Al-Arba’linan Nawawiyyah. Surabaya:
CV.Karya Utama.
Asy-Syirbaany,Ridwan.
Membentuk Pribadi Lebih Islam. Jakarta:
Intimedia.
Asyuk,
Abdul Ghoni. 1992. Kumpulan Hadits-hadits
Pilihan Bukhari Muslim. Bandung: Husaini Bandung.
Hasan, Ahmad. 1972. Tarjamah
Bulughul Maram. Bandung: CV Diponegoro.
Juwariyah. 2010. Hadis Tarbawi.
Yogyakarta: Teras.
L.T,
Takhirudin 1996. Pribadi-prbadi yang berpengaruh. Bandung: PT Alma’arif.
Muhammad, Ahmad Yusuf. 2009. Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan
Hadits, Jakarta: widya cahaya.
Nawawi, Imam. 1999. Riyadhus Shalihin, Terj. Ahmad
Sunarto. Jakarta: Pustaka Imani.
Sy, Ahmad
Wahid. 2008. Akidah Akhlak MadrasahTsanawiyah kelas IX. Bandung: CV.
Armico.
Syafe’i, Rachmat. 2000. AL-HADIS (Aqidah, Akhlak,
Sosial dan Hukum). Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Tafsir, Ahmad. 2009. Pendidikan
Budi Pekerti. Bandung: Maestro.
Ubaedillah,
A. 2000. Pendidikan Kewargaan. Jakarta:
ICCE UIN Syarief Hidayatullah Jakarta.
Ummatin, Khoiro. 2006. 40 Hadits Shahih Pedoman Membangun
Hubungan Bertetangga. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
[3]
Prof.DR.H. Rachmat Syafe’i, M.A. AL-HADIS (Aqidah,
Akhlak, Sosial dan Hukum). (Bandung: CV PUSTAKA SETIA. 2000). Hal. 79.
Hal:179.
[20]
Abu al-Abbas
Syihabuddin Ahmad al-Qasthalani,yang selanjutnya disebut al-Qasthalanni,
Irsyad al-Sari li Syarh Shahih al-Bukhari, (Cet. I; Beirut, Dar al-Fikr, 1410
H/1990 M), h. 127.
[21]
L.T Takhrudin: Pribadi-Pribadi Yang Berpengaruh
[23]
Prof.DR.H. Rachmat Syafe’i, M.A. AL-HADIS (Aqidah, Akhlak,
Sosial dan Hukum). (Bandung: CV PUSTAKA SETIA. 2000). Hal 182.
[24] Biografi Abu Hurairah
dalam Al-Ishabah Ibn Hajar Asqalani No. 1179, Tahdzib al ‘asma: An Nawawi 2/270
[27]Ibid. Hal. 83.
Langganan:
Postingan (Atom)