ETOS KERJA MENURUT PANDANGAN ISLAM
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Hadis I dan Pembelajarannya Yang Dibina Oleh:
Dosen:
Drs. H. Maslani, M.Ag
Wahyu Hidayat, M.A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM/II/A
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
Disusun Oleh:
Abdul Muis Zaelani (1122020159)
Ahmat Sayfudin (1122020175)
Annisa Isna Setiani (1122020179)
BANDUNG
2013/1434 H
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia terdiri dari dua
unsur, yaitu unsur halus dan unsur kasar atau yang kita kenal ialah unsur
rohani dan jasmani. Kedua unsur tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda, yang
dimana bila kebutuhan-kebutuhannya tidak dipenuhi akan menimbulkan akibat pada
diri manusia. Unsur rohani membutuhkan konsumsi-konsumsi halus seperti shalat,
puasa, membaca Al-Qur’an dan lain-lain. Adapun unsur jasmani memerlukan
konsumsi seperti makan, minum, olah raga dan lain-lain.
Untuk memenuhi kebutuhan jasmani atau katakanlah untuk
mendapatkan materi supaya bisa bertahan hidup dan menghidupi keluarga bagi
seorang kepala rumah tangga, maka manusia haruslah bekerja keras. Sebagaimana
firman Allah dalam surat Al-jumu’ah ayat10,
إِذَا قُضِيَتِ الصَّلَوةُفَانتَشِرُواْ فِى الاٌّرْضِ وَابْتَغُواْ
مِن فَضْلِ اللَّهِوَاذْكُرُواْ اللَّهَ كَثِيراً لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ()
Artinya
:
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di
bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung.” (Q.S.Al-Jumu’ah(62):10)
Tidak bisa seorang muslim hanya berpangku tangan
meminta-minta kepada orang lain atau hanya berdo’a kepada Allah tanpa berusaha
terlebih dahulu. Tetapi tidak baik juga hanya mengandalkan kemampuan diri tanpa
berdo’a kepada Allah, jika demikian maka itu dikatakan sombong.
Seorang muslim selayaknya mengeluarkan segala kemampuan
untuk mendapatkan rizki yang halal lagi baik, kemudian setelah berusaha barulah
berdo’a kepada Allah dengan memohon karunia-Nya. Jika itu telah dilakukan maka
insya Allah tidak akan ada kesulitan, jikalau ada kesulitan dalam usahanya maka
seorang muslim akan tegar dan tenang dalam mengahadapinya dan berusaha mencari
jalan keluar untuk bisa menyelesaikan masalah tersebut. Selanjutnya rezeki yang
diperolehnya pun akan berkah dan maslahat.
Dalam realita kehidupan sekarang banyak orang yang hanya
berpangku tangan dengan meminta-minta kepada orang lain. Padahal jika di lihat
dari fisiknya orang tersebut masih bisa bekerja dan berusaha. Selain itu, ada
juga orang yang hanya mengandalkan kemampuan dirinya sendiri tanpa dibarengi
dengan berdo’a kepada Allah, sehingga ketika usahanya mendapatkan kesulitan
atau bangkrut orang tersebut tidak kuat sepiritualnya, akhirnya stres dan
prustasi bahkan sampai bunuh diri.
Selain itu ada juga orang yang takut dalam bekerja dan
berusaha, dia tidak percaya diri dan tidak yakin kepada Allah. Dia takut jika
membuka usaha maka usahanya akan bangkrut dan dia juga takut jika dia bekerja
tidak menghasilkan apa-apa atau gagal dan sebagainya.
Konsep kerja menjadi sangat penting, karena menyangkut
tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan di dunia maupun di akhirat.
Berdasarkan masalah di atas, maka penulis akan membahasnya dalam makalah yang
berjudul ”Etos Kerja Menurut Pandangan
Islam ”.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan etos kerja?
2.
Mengapa manusia harus bekerja?
3.
Bagaimana
etos kerja para Nabi dan Rasul?
4.
Bagaimana
etos kerja menurut pandangan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Etos Kerja
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata etos artinya pandangan hidup dalam suatu golongan
secara khusus;
sedangkan kata kerja, artinya perbuatan melakukan sesuatu kegiatan yang
bertujuan mendapatkan hasil.
Menurut
Franz Magnis dan Suseno berpendapat bahwa etos adalah semangat dan sikap batin
tetap seseorang atau sekelompok orang sejauh di dalamnya termuat tekanan moral
dan nilai-nilai moral tertentu.
Menurut Clifford
Geertz berpendapat bahwa etos adalah sebagai sikap yang mendasar terhadap diri
dan dunia yang dipancarkan hidup.
Menurut
Al-Ghazali dalam bukunya “Ihya-u ‘ulumuddin”,
pengertian etos (khuluk) adalah suatu
sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan
mudah dengan tidak membutuhkan pemikiran.
Dalam bahasa Yunani,
kata “etos” berasal dari kata “ethos”
yang bermakna watak atau karakter. Jadi, etos adalah
Karakteristik, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan, yang bersifat khusus tentang
seorang individu atau sekelompok manusia.
Jadi, etos kerja adalah dorongan, kehendak,
atau prinsip bekerja yang muncul dari jiwa individu untuk melakukan suatu kegiatan.
2.
Manusia Harus Bekerja dan Berusaha
Islam
adalah ‘aqidah, syar’iah dan ‘amal. Sedangkan
amal meliputi ibadah, ketaatan dan kegiatan dalam usaha mencari rezeki,
mengembangkan produksi serta kemakmuran. Oleh karena itu, Allah SWT. menyuruh kepada
umat-Nya supaya bekerja dan berusaha di muka bumi untuk memperoleh rezeki,
Allah SWT. berfirman:
إِذَا قُضِيَتِ الصَّلَوةُفَانتَشِرُواْ فِى الاٌّرْضِ وَابْتَغُواْ
مِن فَضْلِ اللَّهِوَاذْكُرُواْ اللَّهَ كَثِيراً لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ()
Artinya:
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di
bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung.” (Q.S.Al-Jumu’ah(62):10)
Islam
menganjurkan supaya bekerja, karena bekerja melatih kesabaran,
ketekunan, keterampilan, kejujuran, ketaatan, mendayagunakan fikiran,
menguatkan tubuh,
mempertinggi nilai perorangan dan
masyarakat serta
memperkuat persatuan dan kesatuan.
Islam
membenci pengangguran, kemalasan dan kebodohan, karena itu merupakan maut yang
lambat laun akan mematikan semua daya kekuatan dan akan menjadi sebab keburukan
dan kerusakan.
Barton berpendapat bahwa kemalasan
adalah maut dan racun yang membunuh badan dan akal. Seekor anjing yang malas
karena ditimpa penyakit rontoklah rambutnya, demikianlah keadaannya seorang
yang malas dan lemah.
Allah berfirman dalam surat An-naba ayat 11.
وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشاً
Artinya:
“Dan kami jadikan siang
untuk mencari penghidupan” (Q.S An-Naba:11)
Dalam tafsir juz’ama
diterangkan bahwa makna kata النَّهَارَ مَعَاشاً , adalah untuk menghasilkan
bekal buat hidup.
Abu
Laits Assamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. berkata,
Rasulullah SAW, bersabda:
من طلب الد نيا حلا لا استعفا فا عن المسأ لة و سعيا على اهله وتعطفا
على جاره بعثه الله يوم القيا مة ووجهه كا لقمرليلة البدر. ومن طلب الدنيا حلا لا
مكا ثرامفاخرامراءيالقي الله تعاالى يوم القيامة وهو عليه غضبان.
Artinya:
“Siapa
yang mencari dunia yang halal untuk menjauhkan diri dari minta-minta, dan usaha
untuk keluarganya, dan untuk baik dengan tetangganya, akan dibangkitkan oleh
Allah pada hari kiamat mukanya bagaikan bulan purnama, dan siapa yang mencari
dunia halal untuk memperbanyak, dan berbangga dan sombong, akan bertemu dengan
Allah pada hari kiamat sedang Allah murka kepadanya.”
Firman
Allah dalam surat Asy-Syu’ara:
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْاْ
فِى الاٌّرْضِ وَلَـكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّا يَشَآءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ
خَبِيرُ بَصِيرٌ()
Artinya:
“Dan sekiranya Allah
melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan berbuat melampui
batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki, Sungguh,
Dia Maha Teliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat.” (Q.S.Asy-Syura:27)
Syaqiq
bin Ibrahim ketika mengartikan ayat di atas ialah, andaikan Allah memberi rizki
tanpa usaha niscaya manusia akan lebih rusak dan lebih banyak kesempatan
berbuat kejahatan, tetapi kebijaksanaan Allah menghibur manusia dengan usaha
kasab, supaya tidak merajalela untuk merusak.
Umar bin Al-Khatab r.a. berkata: “
Hai orang-orang fakir/miskin angkatlah kepalamu, dan berusahalah kamu, sebab
telah jelas jalannya, dan jangan kalian selalu menjadi beban pada orang lain”.
3. Etos Kerja
Para Nabi dan Rasul
1. Nabi Muhammad SAW
Pada masa kecil dan muda,
beliau mengembalakan kambing. Beliau mengembalakan kambing Bani Sa’ad bersama
saudaranya sesusu, kemudian menggembalakan kambing untuk penduduk Mekkah dengan
upah yang tertentu.
Rasulullah berdagang sebelum
menjadi Nabi. Ketika Khadijah yang mulia itu memberikan kesempatan kepada
orang-orang untuk menjualkan dagangannya dengan memberi keuntungan kepada
mereka, dan setelah Khadijah mendengar bahwa Muhammad adalah seorang yang jujur
kata-katanya, sangat amanah dan mulia budi pekertinya, maka ia menawarkan
kepadanya untuk pergi ke Negeri Syam, dengan membawa dagangannya dan akan
diberi keuntungan yang lebih baik daripada yang lainnya, Muhammad menerima
tawaran itu dan pergi ke Negeri Syam.
Nabi Muhammad
Saw, suka
memberi makan unta dan mengikatnya sendiri, menyapu di rumah, memerah susu
kambing, membetulkan sandal, memperbaiki bajunya, dan membantu pembantunya
dalam membuat tepung gandum, serta membawa
sendiri sesuatu apa yang dibelinya dari pasar.
“Anas r.a. mengatakan bahwa seorang laki-laki dari Anshar (pendidik
Madinah yang menolong Muhajirin yang pindah dari Mekkah) pernah mendatangi Nabi
Muhammad Saw, dan meminta sesuatu. Bersabdalah Nabi Muhammad Saw, “Ada
sesuatukah di rumahmu?” Laki-laki itu menjawab, “Ya, betul. Aku mempunyai alas
pelana, yang sebagian kami pakai dan sebagian lagi kami hamparkan. Kami juga
mempunyai gelas besar dan berat tempat minum kami.” Rasulullah Saw, menyuruhnya
membawa keduanya ke hadapannya. Orang itu pun melaksanakan perintah Rasulullah
Saw, kemudian Rasulullah Saw, mengambilnya dan menawarkan keduanya kepada
sahabat-sahabatnya, seraya bersabda, “Siapakah yang akan membeli kedua barang
ini? ”Ada seorang laki-laki yang berkata, “Aku mampu membelinya satu dirham.”
Rasulullah Saw, bersabda, “Adakah yang dapat menambahnya sehingga lebih dari
satu dirham, dua kali atau tiga kali lipatnya?” Berkatalah seseorang, “Aku
dapat membelinya dua dirham.” Setelah melakukan tawar menawar Rasulullah Saw,
memberikian kedua barang itu kepadanya, seraya mengambil uang seharga dua
dirham, lalu diberikannya kepada orang (miskin) Anshar itu, seraya bersabda, “Belikanlah
olehmu yang satu dirham makanan lalu berikan kepada keluargamu, sedang yang
satu dirham lagi dibelikanlah gergaji dan dibawakanlah gergaji itu padaku. Dia
pun membawa gergaji kepada Rasulullah Saw, kemudian Rasulullah Saw, menancapkan
gergaji itu ke sebatang kayu dan diberikan pada orang Anshar itu dengan
tangannya, seraya bersabda, “Pergilah carilah kayu lalu juallah, aku tidak akan
melihatmu lima belas hari.” Diapun melakukan pesan Rasulullah Saw, dan
hari-hari berikutnya dia mendatangi Rasulullah Saw, sementara itu, dia telah
beruntung sepuluh dirham. Dia membeli pakaian, makanan, dan lain-lain dengan
uang itu. Rasulullah Saw, bersabda, “Ini lebih baik bagimu daripada
meminta-minta yang akan menjadi noktah noda pada mukamu pada hari kiamat.”
(H.R. Abu Dawud, Nasa’I, dan Tirmidzi)
2. Nabi Dawud a.s
Abu
Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Nashier bin Yahya berkata Bahwa Nabi
Dawud a.s. biasa keluar dengan menyamar, lalu menanyakan orang tentang
kelakuannya, maka pada suatu hari Malaikat Jibril berupa anak Adam sehingga
ditegur oleh Nabi Dawud,
“Hai pemuda, bagaimana pendapatmu tentang Dawud?” Jawabanya, “Sebaik-baik
hamba, hanya ada satu sifat kurang baik”. Ditanya, “Apakah itu?” Jawabannya, “Ia
makan dari Baitul Maal Lil Muslimin, padahal tiada seorang hamba yang disayang
Allah lebih daripada orang yang makan dari hasil tangannya sendiri”. Maka
kembalilah Nabi Dawud ke mihrabnya sambil menangis dan mohon kepada Allah. “Ya
Allah ajarkan kepadaku usaha yang dapat saya kerjakan sehingga saya tidak lagi
mengambil belanja di Baitul Maal”. Maka Allah mengajarkan kepadanya membuat
pakaian perang dan melunakkan besi ditangannya sehingga bagaikan adonan, maka
bila ia telah selesai dari melayani hajat rakyatnya ia kembali di rumah membuat
baju besi dan dijual untuk belanja sekeluarganya.
3. Nabi Sulaiman a.s
Hisyam
bin urwah dari ayahnya dari A’isyah r.a berkata, “Nabi Sulaiman bin Ibrahim
a.s. adakalanya ia khutbah di atas mimbar, sedang di tangannya memegang janur
(daun kelapa/kurma) untuk membuat keranjang untuk berbelanja atau lain-lain
kerajinan tangan, kemudian jika telah selesai diberikan kepada pelayannya untuk
dijualnya ke pasar.
4. Etos Kerja Menurut Pandangan Islam
1.
Pekerjaan yang Paling Baik
عن رفاعة بن رافع أن النبي صلى
الله عليه وسلم سأل:اي الكسب أطيب؟ عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور
a. Terjemahan Hadis:
“Rifa’ah bin Rafi’I berkata bahwa Nabi SAW,
ditanya, “Apa mata pencarian yang paling baik?” Nabi menjawab, “Seseorang
bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih.” (Diriwayatkan oleh Bazzar dan
disahkan oleh Hakim)
b. Penjelasan Hadis
Islam senangtiasa mengajarkan kepada umatnya
agar berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak dibenarkan seorang
muslim berpangku tangan saja atau berdoa mengharap rezeki datang dari langit
tanpa mengiringinya dengan usaha. Namun demikian, tidak dibenarkan pula terlalu
mengandalkan kemampuan diri sehingga melupakan pertolongan Allah SWT. dan tidak
mau berdoa kepada-Nya.
Banyak sekali ayat al-Quran yang menyuruh
manusia untuk bekerja dan memanfaatkan berbagai hal yang ada di dunia untuk
bekal hidup dan mencari penghidupan di dunia, di antaranya:
إِذَا قُضِيَتِ الصَّلَوةُفَانتَشِرُواْ فِى الاٌّرْضِ وَابْتَغُواْ
مِن فَضْلِ اللَّهِوَاذْكُرُواْ اللَّهَ كَثِيراً لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ()
Artinya :
“Apabila
shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.”
(Q.S.Al-Jumu’ah(62):10)
وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ
وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَـلِمِ الْغَيْبِ
وَالشَّهَـدَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ()
Artinya:
“Dan
Katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan Melihat Pekerjaanmu, begitu juga
Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang kamu kerjakan.” (Q.S.At-Taubah(9):105)
Ayat-ayat di atas pun menunjukkan bahwa kaum
muslimin yang ingin mencapai kemajuan hendaknya harus bekerja keras. Telah
menjadi sunatullah di dunia bahwa
kemakmuran akan dicapai oleh mereka yang bekerja keras dan memanfaatkan segala
potensinya untuk mencapai keinginannya. Tidak heran jika banyak orang yang
tidak beriman kepada Allah Swt, tetapi mau bekerja keras untuk mendapatkan
kemakmuran di dunia, walaupun di akherat ia tetap celaka. Sebaliknya, adapula
yang beriman kepada Allah Swt. tetapi tidak mau bekerja dan berusaha sehingga
sulit untuk mencapai kemakmuran.
Oleh karena itu, seorang muslim selayaknya
mengeluarkan segala kemampuannya untuk mencari rezeki dengan sekuat tenaga.
Akan tetapi, rezeki yang diusahakannya haruslah halal, tidak mengutamakan
penghasilan yang banyak semata, tanpa mengindahkan aturan-aturan yang telah
ditetapkan. Tentu saja, pekerjaan apapun tidak dilarang selama tidak
bertentangan dengan syariat Islam. Dalam bekerja, sebaiknya ia menggunakan tangannya
atau kemampuannya serta sesuai pula dengan keahliannya. Bekerja dengan
menggunakan tangan dan kemampuan sendiri sebagaimana dijelaskan dalam hadis di
atas adalah pekerjaan yang paling baik. Dalam hadis lain pun dinyatakan:
حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ ثَوْرٍ عَنْ خَالِدِ
بْنِ مَعْدَانَ عَنْ الْمِقْدَامِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ
يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ
يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِه
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami
Ibrahim bin Musa telah mengabarkan kepada kami 'Isa bin Yunus dari Tsaur dari
Khalid bin Ma'dan dari Al-Miqdam radliallahu'anhu dari Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada
seorang yang memakan satu makananpun yang lebih baik dari makanan hasil usaha
tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud a.s memakan
makanan dari hasil usahanya sendiri". (H.R.Bukhari, Abu Dawud, Nasa’I, dan Lain-lain)
Kisah tentang Nabi Daud a.s yang bekerja
dengan tangannya sendiri. Abu Laits meriwayatkan
dengan sanadnya dari Nashier bin Yahya berkata Bahwa Nabi Dawud a.s. biasa
keluar dengan menyamar, lalu menanyakan orang tentang kelakuannya, maka pada
suatu hari Malaikat Jibril berupa anak Adam sehingga ditegur oleh Nabi Dawud, “Hai
pemuda, bagaimana pendapatmu tentang Dawud?” Jawabanya, “Sebaik-baik hamba, hanya ada satu
sifat kurang baik”. Ditanya, “Apakah itu?” Jawabannya, “Ia makan dari Baitul Maal
Lil Muslimin, padahal tiada seorang hamba yang disayang Allah lebih daripada
orang yang makan dari hasil tangannya sendiri”. Maka kembalilah Nabi Dawud ke
mihrabnya sambil menangis dan mohon kepada Allah. “Ya Allah ajarkan kepadaku
usaha yang dapat saya kerjakan sehingga saya tidak lagi mengambil belanja di Baitul
Maal”. Maka Allah mengajarkan kepadanya membuat pakaian perang dan melunakkan
besi ditangannya sehingga bagaikan adonan, maka bila ia telah selesai dari
melayani hajat rakyatnya ia kembali di rumah membuat baju besi dan dijual untuk
belanja sekeluarganya.
Hadis ini lebih mempertegas tentang mulianya orang
yang menggunakan kemampuannya. Harta yang dihasilkan melalui kerja keras
walaupun sedikit dipandang lebih bernilai daripada harta warisan atau pemberian
orang lain. Demikian pula ampunan Allah Swt. senan tiasa menyertai orang yang
keletihan dalam mencari rezeki, sebagimana Rasulullah Saw, bersabda, “Barang siapa yang merasa letih di malam
hari karena bekerja, maka di malam itu ia diampuni”. (HR.Ahmad)
Selai itu, Islam pun menjamin dan
melindungi mereka yang mau bekerja keras dan menyuruh para majikan untuk
menghargai kerja keras orang yang bekerja kepadanya. Dalam sebuah hadis, bahwa
Nabi Saw, bersabda, “Berikan gaji kepada
pekerja sebelum kering keringatnya”. (HR. Abu Ya’la)
Di antara hikmah dari rezeki yang
dihasilkan melalui tangan sendiri adalah terasa lebih nikmat daripada hasil
kerja orang lain. Juga akan menumbuhkan hidup hemat karena merasakan bagaimana
payahnya mencari rezeki. Selain itu, ia pun tidak akan lagi menggantungkan
hidupnya kepada orang lain, yang belum tentu selamanya rido dan mampu membiayai
hidupnya.
Menurut Imam Al-Ghazali, manusia
dalam hubungannya dengan dengan kehidupan dunia dan akhirat terbagi kepada tiga
golongan.
1) Orang-orang yang sukses atau
menang, yakni mereka yang lebih menyibukkan dirinya untuk kehidupan di akhirat
daripada kehidupan dunia;
2) Orang-orang yang celaka,
yakni mereka yang menyibukkan dirinya untuk kehidupan di dunia daripada
kehidupan di akhirat.
3) Orang-orang berada di antara
keduanya, yakni mereka yang mau menyeimbangkan antara kehidupan di dunia dan
kehidupan di akhirat.
Al-Faqih
Abu Laits Samarqandi, mengutip pendapat seorang ahli hikmah, “Para pedagang
yang tidak memiliki ketiga sifat di bawah ini, akan menderita kerugian dunia
dan akhirat:
a) Mulutnya suci dari bohong, laghwu (main-main/bergurau) dan sumpah;
b) Hatinya suci dari penipuan,
khianat, dan iri;
c) Jiwanya selalu memelihara
shalat jum’at, shalat berjamaah, selalu menimba ilmu, dan mengutamakan rido
Allah Swt. daripada lainnya.”
Tentu saja tidak hanya dalam berjual beli yang
harus diperhatikan kehalalan dan kebersihannya, tetapi juga dalam setiap kasab, hendaknya menjadikan kehalalan
dan kebersihan sabagai standar utama dalam mencari rezeki karena bagaimanapun
juga, Allah Swt. akan memintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.
2.
Larangan Meminta-Minta
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ عَنْ
الْمَسْأَلَةِ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَالْيَدُ
الْعُلْيَا الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى السَّائِلَةُ
a.
Terjemahan Hadis:
“Dari Abdullah ibnu Umar
RA, bahwa Rasulullah Saw bersabda dari atas mimbar, beliau menyebutkan masalah
zakat dan menahan diri dari meminta-minta, beliau bersabda, "Tangan yang di atas lebih mulia
daripada tangan yang di bawah, dan yang di maksud tangan di atas adalah yang
memberi, sedangkan yang di bawah adalah yang meminta" (HR.Muslim)
b.
Penjelasan Hadis:
Islam sangat mencela orang yang
mampu untuk berusaha dan memiliki badan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha,
melainkan hanya menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Misalnya, dengan
cara meminta-minta. Keadaan seperti itu sangat tidak sesuai dengan sifat umat
Islam yang mulia dan memiliki kekuatan.
Sebagaimana
dinyatakan dalam firman Allah SWT. yaitu:
يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعْنَآ إِلَى الْمَدِينَةِ
لَيُخْرِجَنَّ الاٌّعَزُّ مِنْهَا الاٌّذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ
وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَـكِنَّ الْمُنَـفِقِينَ لاَ يَعْلَمُونَ()
Artinya:
“Mereka berkata, ‘Sungguh, jika kita kembali ke Madinah (kembali
dari medan perang Bani Mustaliq), pastilah orang yang kuat akan mengusir orang
yang lemah dari sana. ‘Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya, dan
bagi orang-orang Mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahuinya.” (Q.S.Al-Munafiqun
(63):8).
Dengan demikian, seorang
peminta-minta, yang sebenarnya mampu mencari kasab dengan tangannya, selain telah merendahkan dirinya, ia pun
secara tidak langsung telah merendahkan ajaran agamanya yang melarang perbuatan
tersebut. Bahkan ia dikategorikan sebagai kufur
nikmat karena tidak menggunakan tangan dan anggota badannya untuk berusaha
dan mencari rezeki sebagaimana diperintahkan syara’.
Padahal Allah pasti memberikan rezeki kepada setiap makhluk-Nya yang berusaha.
Allah Swt. berfirman:
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الاٌّرْضِ
إِلاَّ عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا
كُلٌّ فِى كِتَابٍ مُّبِينٍ()
Artinya:
“Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan
semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat
penyimpanannya. Semua dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.(Q.S.Hud(11):6)
Berdasarkan hadis di
atas tadi, dinyatakan secara tegas bahwa tangan orang yang di atas (pemberi
sedekah) lebih baik daripada tangan yang di bawah (yang diberi). Dengan kata
lain, derajat pemberi lebih tinggi daripada derajat peminta-minta. Maka
seyogianya bagi setiap umat Islam yang memiliki kekuatan untuk mencari rezeki,
berusaha untuk bekerja apa saja yang penting halal. Walaupun suatu pekerjaan
dipandang hina. Dalam pandangan
manusia, seperti mencari kayu serta membawanya di atas punggungnya. Tentu saja,
hasilnya tidak besar, tetapi pekerjaan ini lebih mulia dibandingkan para
pengemis atau orang yang biasa menggantungkan hidupnya pada orang lain. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW, yaitu:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ
حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ مَوْلَى
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْ يَحْتَطِبَ
أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ
أَوْ يَمْنَعَهُ
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Yahya
bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al-Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab
dari Abu 'Ubaid sahayanya 'Abdurrahman bin'Auf, bahwa dia mendengar Abu
Hurairah radliallahu'anhu berkata, "Sungguh,
seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dan di bawa dengan punggungnya
lebih baik baginya daripada dia meminta kepada orang lain, baik orang lain itu
memberinya atau menolaknya". (Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab; “Jual
Beli”, bab usaha dan kerja dengan tangannya sendiri)
Pada hal harta yang
diperoleh dengan cara seperti dari minta-minta sama saja dengan mengumpulkan
bara api, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بنْ عمر أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَزَالُ الْمَسْأَلَةُ بِأَحَدِكُمْ حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَ
فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
Artinya:
“Dari Abdullah bin Umar .r.a, dia berkata,
"Rasulullah bersabda, 'Tidaklah
seseorang yang selalu meminta-minta kecuali ia akan bertemu dengan Allah dengan
muka yang tak berdaging". (H.R.Muslim)
Kemudian, dalam
memberikan bantuan kepada orang lain, yang lebih utama adalah keluarga
terdekat, kerabat terdekat, dan seterusnya. Seperti sabda Rasulullah Saw,:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ
بِمَنْ تَعُولُ وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ
اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَعَنْ وُهَيْبٍ قَالَ أَخْبَرَنَا هِشَامٌ
عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Musa bin
Isma'il telah menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami
Hisyam dari bapaknya dari Hakim bin Hiram radliallahu'anhu dari Nabi
Shallallahu'alaihi wa sallam berkata,
"Tangan yang di atas lebih baik dari
pada tangan yang di bawah, maka mulailah untuk orang-orang yang menjadi
tanggunganmu dan shadaqah yang paling baik adalah dari orang yang sudah cukup
(untuk kebutuhan dirinya). Maka barang siapa yang berusaha
memelihara dirinya, Allah akan memeliharanya dan barang siapa yang berusaha
mencukupkan dirinya maka Allah akan mencukupkannya". (Dikeluarkan oleh Imam
Bukhari dalam “Kitab Zakat,” bab “Tidak ada zakat kecuali dari orang yang
kaya.”)
Dengan kata
lain, tidak mengutamakan memberi kepada orang lain sementara diri dan
keluarga kelaparan. Dengan demikian, maka tidak boleh terlalu kikir ataupun
terlalu berlebih-lebihan dalam memberikan sesuatu kepada orang lain.
Bagi orang yang selalu
membantu orang lain, di samping akan mendapatkan pahala kelak di akhirat, Allah
juga akan mencukupkan rezekinya di dunia. Dengan demikian, pada hakikatnya dia
telah memberikan rezekinya untuk kebahagiaan dirinya dan keluarganya. Karena
Allah Swt. akan memberikan balasan yang berlipat dari bantuan yang ia berikan
kepada orang lain.
Orang yang tidak
meminta-minta dan menggantungkan hidup kepada orang lain meskipun hidupnya
serba kekurangan, lebih terhormat dalam pandangan Allah Swt. dan Allah akan
memuliakannya akan mencukupinya. Orang Islam harus berusaha memanfaatkan
karunia yang diberikan oleh Allah Swt. yang berupa kekuatan dan kemampuan
dirinya untuk mencukupi hidupnya disertai doa kepada Allah Swt.
Adanya kewajiban
berusaha bagi manusia, tidak berarti bahwa Allah Swt. tidak berkuasa untuk
mendatangkan rezeki begitu saja kepada manusia, tetapi dimaksudkan agar manusia
menghargai dirinya sendiri dan usahanya, sekalipun agar tidak berlaku
semena-mena atau melampaui batas, sebagaimana dinyatakan oleh Syaqiq Ibrahim
dalam menafsirkan ayat:
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْاْ
فِى الاٌّرْضِ وَلَـكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّا يَشَآءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ
خَبِيرُ بَصِيرٌ()
Artinya:
“Dan sekiranya Allah
melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan berbuat melampui
batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki, Sungguh,
Dia Maha Teliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat.”
(Q.S.Asy-Syura:27)
Menurutnya, seandainya Allah Swt, memberi
rezeki kepada manusia yang tidak mau berusaha, pasti manusia semakin rusak dan
memiliki banyak peluang untuk berbuat kejahatan. Akan tetapi, Dia Mahabijaksana
dan memerintahkan manusia untuk berusaha agar manusia tidak banyak berbuat
kerusakan.
3.
Mukmin Yang Kuat Mendapat Pujian
عن أبى هريرة رضى الله عنه قل:قل رسول الله صلى
الله عليه وسلم : المؤمن القوي خير وأحب إلى الله من الموْمن الضعيف وفى كل خيرأحرص
على ما ينفعك واستعن بالله ولاتعجزوإن أصابك شىء فلاتقل لوإنى فعلت كذا كان كذا
وكذا ولكن قل قد رالله وما شاءفعل, فإن لوتفتح عمل الشيطان.
a.
Terjemahan Hadis:
“Abu Hurairah r.a berkata
bahwa Rasulullah Saw, bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan dalam segala sesuatu, ia
dipandang lebih baik. Raihlah apa yang memberikan manfaat bagimu. Minta
tolonglah kepada Allah. Janganlah berkata, ‘Kalau aku berbuat begini, pasti
begini, dan begitu, tetapi katakanlah, “Allah Swt. telah menentukan dan Allah
menghendaki aku untuk berbuat karena (kata) “kalau” akan mendorong pada
perbuatan setan .” (HR.Muslim)
b. Penjelasan Hadis
Hadis di atas mengandung tiga perintah dan dua
larangan, sebagai berikut:
1) Memperkuat Iman
Keimanan seseorang akan membawa kepada kemuliaan
baginya, baik di dunia maupun di akhirat. Kalau keimanan kuat dan selalu
diikuti dengan melakukan amal saleh, ia akan mendapatkan manisnya iman,
sebagaimana firman Allah SWT:
مَنْ عَمِلَ صَـلِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ
مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَوةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم
بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ()
Artinya:
“Barang siapa yang
mengerjakan amalan saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan
sesungguhnya Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
daripada apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. An-Nahl: 97)
Setiap orang memiliki tingkat keimanan yang
berbeda-beda. Ada yang kuat keimananya yang ditandai dengan disifatnya yang
selalu berusha untuk mengisi keimanannya dengan berbagai amal yang
diperintahkan oleh Allah Swt, seperti memerintah kebaikan dan melarang
kemungkaran, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, memberi sedekah, dan
lain-lain. Ada pula yang lemah imannya ia tidak mau mengerjakan kewajibannya
sebagai orang beriman, seperti tidak mengerjakan shalat, melakukan perilaku
tercela, tidak memberi sedekah, dan lain-lain. Tentu saja, orang yang kuat
imannya lebih baik daripada orang yang lemah imannya. Hal ini karena orang yang
kuat imannya akan berusaha untuk menjadikan segala aktivitas kehidupannya dalam
kebaikan.
Kuat dan lemahnya seorang mukmin, selain dapat
dipahami dari perbuatan yang dilakukannya, dapat juga dipahami dalam realitas
kehidupan. Misalnya, dilihat dari segi kekuatan badan, ia tidak loyo, selalu
tegar, dan lain-lain. Seorang mukmin yang berbadan kuat dan menggunakan
kekuatannya itu digunakan untuk beribadah dan membela agamanya lebih baik
daripada mukmin yang lemah badannya sehingga tidak memiliki kekuatan untuk
berjuang menegakkan agama Allah.
Kata “kuat” dalam hadis di atas dapat juga
dipahami dalam hal ekonomi atau kekayaan. Orang yang rajin berusaha sehingga
memperoleh harta benda yang melimpah untuk digunakan bekal beribadah dan
mengerjakan amal saleh lebih baik daripada orang yang tidak mau berusaha
sehingga kehidupannya susah.
Secara singkat Rasulullah Saw, memerintahkan
orang yang beriman untuk menghiasi keimanannya dengan berbagai amal saleh serta
memelihara badannya agar kuat, dan rajin berusaha sehingga kuat
perekonomiannya. Tentu saja tetap berusaha untuk menjauhi segala bentuk
kemaksiatan supaya mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2) Perintah Untuk Memanfaatkan
Waktu
Rasulullah Saw. menginginkan agar umatnya
mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, beliau
memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan waktu se-efektif mungkin bagi
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik untuk kehidupan di dunia maupun
akhirat.
Banyak sekali aktivitas yang bermanfaat bagi
kehidupan seorang mukmin, seperti mencari ilmu, membaca, bekerja mencari rezeki
yang halal, berolah raga, memperbanyak amalan sunnah, dan lain-lain. Oleh
karena itu, jangan menghambur-hamburkan waktu untuk kegiatan yang tidak bermanfaat,
bermalas-malasan, malamun, dan lain-lain.
Dalam kehidupan di masyarakat, orang-orang yang
sukses dan berhasil dalam hidupnya adalah mereka yang senantiasa menggunakan
waktunya untuk kegiatan yang bermanfaat dan selalu serius dalam mengerjakan
sesuatu. Mereka menganggap bahwa waktu adalah uang (time is money). Sebaliknya, orang-orang yang suka
menghambur-hamburkan waktunya untuk kegiatan-kegiatan yang tidak berguna, tidak
akan meraih kesuksesan bahkan ia akan tergilas oleh zaman.
Pepatah Arab menyatakan:
قَطَعَكَتَقْطَعْهَاْﻟَمإِنْﻠسَّيْفُڪََاﺃﻠوٓقْتُ
Artinya:
“Waktu itu bagaikan pedang, jika
kamu tidak memanfaatkannya
(menggunakannya untuk
memotong), ia akan memotongmu.”
Iqbal
dalam Asrar Al-Khuldi berkata, “berhenti
tidak ada tempat untuk jalan ini dan sikap lamban berarti mati. Mereka yang
bergerak, akan maju kemuka, sedangkan mereka yang menunggu sekalipun sejenak
pasti tergilas.
3) Memohon Pertolongan Allah SWT
Manusia hanyalah diwajibkan untuk berikhtiar,
sedangkan yang memutuskan keberhasilannya adalah Allah SWT. orang mukmin sangat
ditekankan untuk memperbanyak doa agar Allah Swt. menolongnya. Dalam setiap
shalat, hendaknya membaca:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Artinya:
“Hanya kepada-Mu aku beribadah
dan hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan.”(Q.S. Al-Fatihah: 5)
Dalam
ayat tersebut, pertanyaan beribadah disejajarkan dengan memohon pertolongan. Orang-orang
yang hanya beribadah saja kepada-Nya, namun tidak pernah memohon pertolongan,
keimanannya masih dipertanyakan. Ini karena dia dapat dianggap orang sombong
yang tidak memerlukan pertolongan Allah SWT.
Seseorang
tidak akan mencapai kesuksesan, tanpa adanya kekuasaan dan kehendak Allah Swt. Namun
demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha dan pekerjaan seseorang. Oleh
karena itu, bekerja dan berusaha dengan sebaik-baiknya di sertai permohonan
atas pertolongan Allah adalah sikap yang harus dilakukan oleh setiap muslim
dalam kehidupannya.
4) Larangan
Membiarkan Kelemahan
Telah dijelaskan di atas bahwa
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berusaha dan bekerja sehingga menjadi
orang yang kuat dalam berbagai hal, baik iman, badan, harta, dan lain-lain.
Kelemahan seseorang berawal dari
kemalasannya. Orang menjadi bodoh karena malas mencari ilmu, orang yang lemah
badannya karena ia tidak rajin berolah raga, orang yang miskin hartanya karena
ia tidak mau bekerja, dan lain-lain.
Setiap orang harus berusaha untuk
mengubah segala kelemahan yang ada pada dirinya karena Allah Swt. tidak akan
mengubahnya kalau orang tersebut tidak mau mengubahnya. Allah Swt. berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى
يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمْ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri.”(Q.S.Ar-Ra’d:
11)
5) Larangan
Untuk Menyatakan “Kalau” (Seandainya Begini dan Begitu Pasti Hasilnya Begini)
Dalam berusaha, tidak dapat dipastikan
bahwa selamanya berhasil. Suatu waktu, seseorang pasti mendapatkan kegagalan. Dalam
menghadapi seperti itu, Islam menganjurkan untuk berikhtiar.
Pertanyaan “kalau begini dan
begitu” merupakan godaan setan untuk mendahului kehendak Allah Swt. bahkan suatu
usaha akan berhasil jika Allah tidak menghendaki keberhasilannya.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
1. Berdasarkan dari beberapa referensi yang telah
penulis baca penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Etos kerja
secara umum adalah karakter, pandangan
hidup, atau prinsip untuk melakukan
suatu perbuatan untuk mendapatkan hasil berupa materi.
2. Manusia
diwajibkan untuk bekerja karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk
diri sendiri maupun orang lain. Dengan bekerja, Allah akan memberikan karunia-Nya
sebaliknya untuk orang yang malas bekerja seperti meminta-minta, akan di sebut
orang yang kufur nikmat.
3. Nabi dan
Rasul Allah juga mengajarkan untuk bekerja keras kepada umatnya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dengan cara berdoa kepada Allah dan dibarengi dengan
bekerja sesuai kemampuannya. Seperti Nabi Muhammad Saw. pernah mengembala
kambing dan berdagang.
4. Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja sesuai dengan kemampuannya. Islam
tidak memandang pekerjaan seseorang itu, baik penghasilannya besar maupun kecil
yang terpenting yaitu keinginan untuk bekerja keras. Sebaliknya, untuk orang
yang kuat fisiknya dan memiliki kecerdasan dalam berpikir tetapi malas untuk
bekerja, perbuatan itu sangat dicela oleh Islam, karena umat Islam memiliki kekuatan
dan kedudukan yang mulia di hadapan Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Abubakar, Bahrun, L.C. 2004. Ter. Shofwatul
Bayaan Lima’aanil Qur’aanil Kariim. Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Al-Hikmah.
2008. Al-Quran Dan Terjemahannya.
Bandung: CV Diponegoro.
Asy-Syirbaany, Ridwan. 2009. Membentuk
Pribadi Yang Lebih Islami (Suatu Kajian Akhlak). Jakarta: PT. Intimedia
Ciptanusantara.
Bahreisy, Salim. Tanbihul Ghafilin (Peringatan
Bagi Yang Lupa Bagian 2. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Chaniago,
Amran. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesi. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Fachruddin
dan Irfan Fachruddin. 1996. Pilihan Sabda
Rasul (Hadis-Hadis Pilihan). Jakarta: Bumi Aksara.
Helmy, Masdar. 1995. Min Akhlaqin-Nabiy. Bandung: Gema
Risalah Press.
Imaanstar Software. The Abridged Tafsir Ibn Kathir Volume 1-10.
JT, M. Satiri. 1983. Tuntunan Praktis Tata Pergaulan Sehari-Hari (Menurut Ayat Al-Quran dan
Hadis). Jakarta: CV. Multi Yasa dan Co.
Permana, Yoga. 2009. Ebook
Mukhtashar Shahih Musli.
Permana, Yoga. 2008. Ebook
Shahih Ibnu Majah.
Qasim,
Tarmana Ahmad. 1994. Syarah Hadis:
Qabasaatmin As Sunnah An Nabawiyyah (Cuplikan Dari Sunah Nabi Muhammad SAW).
Bandung: Trigenda Karya.
Raudhatulmuhibbin. E-Book Shahih
Al-Adab Al Mufrad.
Sayadi, Wajidi. 2009. Hadis Tarbawi (Pesan-Pesan Nabi SAW Tentang
Pendidikan). Jakarta: PT. Pustaka Firdaus.
Sidokare, Abu Ahmad As. 2009. Ebook Kitab Shahih Bukhari.
Syafe’I, Rachmat. 2000. Al-Hadis
(Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum). Bandung: CV Pustaka Setia.
Tebba, Sudirman. 2003. Membangun Etos Kerja Dalam Perspektif
Tasawuf. Bandung: Pustaka Nusantara Publishing.